Wednesday, July 13, 2016

Rumah Bangau Keindahan Alam dan Atraksi Menakjubkan Burung Bangau di Kota Padang


Hore weekend lagi! Waktu yang tepat untuk menjelajah. Kota Padang tidak melulu dikenal dengan pantainya yang indah dan kulinernya yang mengunggah selera, namun banyak juga tempat menaik lainnya yang perlu disambangi. Terutama bagi kita yang hobinya mencari objek-objek anti mainsteam lainnya.
Rumah Bangau tempatnya. Ada juga yang menyebutknya pulau Bangau. Rumah Bangau ini berada di kawasan pesisir pantai. Tepatnya di pinggir pantai dekat ujung Sungai Linggarjati, Kelurahan Parupuk Tabing, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatra Barat.

Rumah Bangau ini memilii daya tarik tersendiri bagi yang telah mengunjunginya. Dari namanya saja sudah bisa ditebak, dirumah tersebut terdapat burung bangau, namun ini bukan sembarang rumah. Terdapat ribuan burung bangau berkumpul dalam satu kawasan yang suasannya begitu tenang dan damai tanpa ada yang mengusiknya.

Hari itu kesempatan berharga bagi saya bisa melihat satu sudut keunikan Kota Padang. Saya bersama keluarga besar Komunitas Mata Ponsel Sumatra Barat yang diikuti oleh Aya, Afif, Afdal, Mute, da Pebri dan Fahmi.

Waktu salat Azar telah berlalu. Awan gelap terlihat menutupi langit Kota Padang. Meskipun begitu kami tetap semangat untuk tetap melanjutkan penjelajahan kali ini. Kami telah berjanji bertemu di Stasiun Tabing dan bila sudah jalan menuju lokasi agar saling mengabarkan. Saya sedang berada di kawasan Ulakkarang dan yang lainnya sedang berada Rumah Sakit BMC Tarandam untuk menjenguk sobat kita yang sedang sakit DBD, da’Aad. 

Singkat cerita, usai salat Zuhur di dekat jembatan Muaro Penalinan saya menunggu konfirmasi dari mereka. Ternyata meet pointnya berubah di Simpang Gia. Terpaksa saya memutar jalan kembali. Semula saya mengira lokasinya di Lubuk Buaya. Ternyata sangat dekat dengan pusat kota. 

Dengan menggunakan sepedah motor kami dengan leluasa bisa mencari jalan yang lebih singkat untuk cepat sampai di Rumah Bangau.Sebelum menuju lokasi kami singgah terlebih dahulu ke rumah teman da’Peb. Dia yang akan mengantarkan kami sampai ke Rumah Bangau tersebut. 

Selama perjalanan akan melewati komplek perumahan yang cukup mewah, kata Mute. Kemudian bergerak menuju Tugu KB yang berada tak jauh dari kawasan tepi pantai. Bisa disebut daerah ini sebagai perkampungan nelayan.

Deburan ombak, bau amis ikan, aktivitas masyarakat yang sedang memperbaiki jaring ikan dan kapal-kapal nelayan yang berbaris rapi bersandar di tepi pantai akan terlihat sesampainya di Rumah Bangau ini.Nuansa pesisir pantai begitu lekat dapat dirasakan. Kendaraan kami parkirkan di depan bengkel milik da’Rian dan dia juga yang menjadi pemandu kami selama berwisata di Rumah Bangau ini.


Ops berwisata? Hahaha bukan, tapi menjelajah tepatnya. Rumah bangau ini belum ditetapkan sebagai kawasan objek wisata, namun dapat menjadi salah satu pilihan untuk menghabiskan hari liburnya dengan menyepi melihat alam atau sekedar duduk menikmati deburan ombak yang tidak jauh dari tempat ini.

“Ini toh tempatnya” gumamku dalam hati. 

Sudah lama saya ingin bertandang ke tempat ini tapi tidak pernah ada kesempatan. Sebelumnya, saya tahu dari pemberitaan dan paman Google ketika mencari objek wisata apa saja yang terdapat di Kota Padang untuk kebutuhan tulisan di blog saya.

Rumah Bangau ini menjadi satu-satunya habitat Bangau yang berada di Kota Padang bahkan di sebagian wilayah pesisir Sumatra Barat lainnya. Sebenarnya kawasan ini menjadi rumah para unggas dari keluarga Ciciniidae (sebutan untuk keluarga Bangau) yang memiliki ciri khas berkaki dan berleher panjang serta paruhnya juga.

Ada dua pilihan untuk bisa menikmati suasana berada di perkampungan para burung ini. Pertama ketika pagi, sebelum matahari merangka naik. Datanglah dan bisa melihat ribuan burung penghuni kawasan ini akan berterbarang ke segala penjuru negeri untuk beraktivitas yang tentunya untuk mencari makan.

Kedua menjelang petang tiba, dimana seluruh penghuni Rumah Banggau ini kembali ke sarangnya dan berisitirahat. Waktu petang yang kami pilih untuk melihat aktivitas para burung bangau ini sebeb sekalian dapat menikmati suasana lembayung senja yang romantis itu loh. Hehe

Bersampan-sampan



Kami sudah berkumpul dan saatnya mulai penjelajahan. Untuk bisa melihat para bangau ini harus menggunakan sampan (perahu kayu yang berukuran kecil) dan untuk memasuki kawasan ini tidak ada tiketnya hanya membayar sewa dan jasa sampannya. Untuk sekali tripnya Rp.10 ribu. Dengan sampan ini kita dapat melihat burung-burung tersebut yang tinggalnya di tengah hutan Nipah dan hidup dikelilingi oleh perairan payau.

Kawasan ini didominasi oleh pohon Nipah dan Bakau yang tumbuh subur dan rapat di kawasan ekosistem Mangrove. Di sana memang berada di lingkungan rawa-rawa yang terjadinya pasang-surut, dekat tepi laut dan muara sungai. Di hutan tersebut para unggas membuat sarang, bertelur hingga berkembang biak. Diperkirakan kawasan ini memiliki luas kurang lebih 4 Ha.


Kami menggunakan sampan miliknya da’Rian. Terlihat terdapat dua sampan yang ada. Semula kami ragu untuk menaikinya, namun setelah diyakinkan akhirnya kami naik satu per satu ke atas sampan ini. Sampan ini memiliki panjang tidak lebih dari 3 m dengan lebar kira 50 cm yang pas untuk tempat duduk ukaran orang dewasa. 

Aya pertama menaiki sampan, kemudian saya disusul Mute dan yang mendayung sampannya adalah uda Rian. Sampan berikutnya dinaiki Temen Aya, Afif dan Afdal yang kemudian didayung oleh seorang anak remaja bersama adiknya. Setelah dicoba ternyata kapasitas dalam satu sampan ini minimal cukup untuk 4 orang dewasa (dengan berat badan yang ideal). Dengan sangat terpaksa untuk trip pertama da’Peb tidak ikut penjelajahan bersama kami.

Dayung telah kayuh dan sampan pun bergerak. Kami berdoa untuk keselamatan selama perjalanan.Dari penuturan uda Rian rawa ini tidak dalam, dangkal sepinggal orang dewasa.. Bagaimana pun juga bila di daerah rawa terdapat banyak lumpur, bisa saja terperosok dan tenggelam ke dalamnya. Untuk itu bila menjelajah rumah bangau ini tidak disarankan untuk menggunakan perahu boat.


Amazon-nya Padang


Perlahan namun pasti kami masuk ke area hutan Nipah dengan mengikut jalur yang telah membelah rawa seakan berada di aliran sungai yang berberada di daerah pedalaman. Kiri kanan pohon Nipah yang sangat rapat membentang sepanjang mata. Nuansa layaknya hutan Amazon Brazil tercipta. Sensasi yang luar biasa dan sangat mengagumkan sekali. Jauh dari peradaban dan hiuk pikuk Kota Padang.

Berbagai aktivitas hewan akan terlihat selama perjalanan, meskipun yang dominan akan ditemui adalah keberadaan burung Bangau. Saat itu saya tidak sengaja menggerakan tangan ke atas, lalu sekumpulan ikan-ikan berwarna silver meloncat ke udara. Kemudian saya ulang lagi kejadian yang serupa dan ikan tersebut lompat kembali keluar air. Saya sebut saja itu ikan terbang. Ini baru awal dari pertunjukan alam ketika mengunjungi Rumah Bangau.





Tidak beberapa lama kami masuk ke area yang cukup luas berada ditengah hutan. Sudah terlihat begitu banyaknya burung Bangau ini bertengger dan ada juga yang baru pulang satu per satu ke sarangnya. Sebelumnya itu, saya sempat disapa juga dengan kehadiran seekor ular air yang melewati sampan saya. Untungnya masih kecil, ketika saya kejutkan dan ular tersebut masuk ke dalam air. 

“tu burung Bangaunya” sebut Uda Rian pada kami.

Wow keren. Ungkapan yang pasti terucap bila melihat atrakasi alam yang langka di Kota Padang ini. Susana berada di Amazon-nya Padang ini begitu tenang dan damai.

Buah Nipah (Nypa Fruticans) 
Sampan kemudian melaju ke area hutan Nipah yang jalur alirannya lebih sempit. Berbagai jenis burung bangau banyak terlihat. Jaraknya lebih dekat dari dari yang tadi. Saat melewatinya serasa berada dikandang burung. Di sekitarannya terdapat banyak bulu-bulu yang berterbaran dan kotoran Bangau yang mengapung di atas air. Bagi yang alergi baiknya membawa masker.

Sebelum melanjutkan lagi kami juga bertemu dengan sekumpulan monyet ekor panjang yang bergelantungan di tepi rawa. Seakan ingin menunjukan keberadaannya di Rumah Bangau ini. Tidak perlu mendekat, bila tidak ingin diganggu oleh monyet-monyet tersebut. Saya sempat berpikir hewan apa yang akan ditemui selama perjalanan ini, ada ikan terbang, ular air, kera ekor panjang dan tentunya burung Bangau.


Kemudian sampan berhenti di area yang lebih luas. Terlihat tepian pantai dan lautan. Matahari semakin menepi ke timur. Awan gelap bercampur dengan panorama langit jingga menghiasi perjalan kami. Ratusan burung Bangau pun mulai kembali pulang. Kami berputar-putar di tepat ini mengabadikan moment langka ini.

Saat bersama dengan kami ada seorang paruh baya yang tengah meletakan lampu cemporng di atas jaring yang di letakan di tepi pohon Nipah. Ia sedang meletakan perangkap untuk menangkap udang yang di keesokan harinnya akan diambil.

Trip pertama sudah selesai. Selanjutnya kami kembali menepi untuk menjemput da’Peb. Formasi sampan tidak ada yang berubah di tempat saya, namun di tempat Afdal berubah. Da’Peb duduk didapan kemudian Afdal dan Teman Aya. Sedangkan Afif tidak ikut lagi. Selain karena kapasitas sampan, dari awal naik dia sudah gamang alias takut hehehe.

Atraksi Burung Bangau


Perlahan lahan senja semakin tiba, awan hitam mulai bergerak menjauh dan sang mentari memberikan kehangat kala senja. Kami mengulangi kembali perjalannya. Ini trip yang kedua. Jalur yang kami tempuh tidak ada yang berubah.

“Lihat itu banyak burungnya” sebut da’Rian pada kami.

Saya spontan melihat ke belakang ternyata ratusan burung bangau berdatangan ada yang berkelompok dengan membentuk formasi “V” dan ada yang terbang sendiri berpisah dari rombongannya. Unggas tersebut berdatangan dari utara, selatan dan barat.

Atraksi burung bangau yang pertama kali saya saksikan. Jarang terjadi, langka dan hanya bisa dilihat di Rumah Bangau. Kepakan sayapnya sembari berkicau-kicau terasa ketika melintas di atas kepala saya Momen yang keren ini hanya berselang beberapa menit saja menjelang kumandang azan Magrib tiba. Pokoknya tidak bisa diungkapkan. Menakjubkan sekali

Wajar saja pesona Rumah Bangau ini mendapat perhatian Wakil Kota Padang H. Mahyeldi, SP Dt Marajo karena kawasan ini eksotik dan potensial untuk pengembangan agrowisata di Kota Padang. Bahkan Sekretaris Daerah Kota Padang, Nasir Ahmad sangat kagum dengan keindahan Rumah Bangau ini.

Mitos dan Danau Kuali


Dalam tulisan di mantriwiraindonesia.blogspot.co.id disebutkan Rumah Bangau ini diberi nama Rawa Danau Kuali oleh masyarakat sekitar Muaro Ganting karena jika di perhatikan rawa ini berbentuk seperti kuali atau wajan yang digunakan sebagai peralatan memasak.Tidak banyak yang tau dan memperhatikan bahwa Kota Padang memiliki rawa yang menyimpan banyak misteri di sini.

Ada mitos yang beredar bahwa jika ada orang yang menembak atau melukai burung Bangau berwarna putih maka orang tersebut akan mengalami hal yang sama dengan apa yang terjadi pada burung itu. Jika burung itu mati maka si pelaku penembakan juga akan mati. Jika sayap burung itu patah maka tangan si pelaku juga akan patah. Burung yang boleh di tembak hanyalah burung yang berwarna hitam.

Selain itu ada hal yang menari dari kehadiran para burung bangau di kawasan ini sebab kehidupan burung bangau tersebut tidak mengganggu makhluk lain. Justru sangat menguntungkan karena bangau yang berasal dari beberapa daerah di Sumatra Barat itu membuat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Aia Dingin tidak ada lalatnya. Burung Bangau yang datang dari kawasan ini telah memakan seluruh lalat di TPA tersebut.


Rumah bangau ini seakan menjadi suaka margasatwa mini yang dimiliki oleh Kota Padang. Ribuan burung bangau yang tinggal di hutan Nipah ini menyajikan tontonan alam yang keren. Selain itu juga kehadiran makhluk hidup lainnya seperti berbagai jenis burung selain kkeluarga bangau, kera ekor panjang, ular air, udang, berbagai jenis ikan air payau, biawak hingga ada pula buaya yang hidup saling berdampingan membentuk satu ekosistem yang eksotik.

Keberadaan Rumah Bangau ini dapat memberikan dampak yang baik bagi masyarakat sekitar. Dari sini dapat memancing ikan, menangkap udang atau memanfaatkan buah dan daun pohon Nipah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.


Mungkin bila dilakukan pengelolaan dengan baik dan menerapkan konsep ecoturism demi menjaga sisi kealamiannya. Rumah Bangau ini dapat ditetapkan sebagai kawasan konservasi unggas atau suaka margasatwa mini dan dijadikan wisata edukasi seperti konservasi penyu di Kota Pariaman.

Matahari telah berada diufuknya, lembayung senja bersama kumandang azan Magrib telah bergema. Memang saat petang waktu yang tepat untuk menikmati pesona Rumah Bangau yang eksotik. Kami telah menepikan sampan. Kami satu per satu telah turun. Diakhir penjelajahan ini kemudian kami membayar sewa dan jasa sampannya da’Rian.


Senja dan Pohon Jomblo

Meskipun matahari telah terbenam, sisa-sisa lembayung senja masih terlihat. Kuning kemasan berbalut warna keunguan masih menghiasi langit kala itu sebelum benar-benar gelap menyelimuti.

“Ada pohon Jomlo disana” ujar da’Peb.

Ayo berfoto! Di sekitar Rumah Bangau terdapat satu pohon yang tumbuh di hamparan pasir pantai. Maka dari itu dikatakan Pohon Jomlo. Lokasinya masih terjaga hanya saja terdapat sisa-sisa sampah akibat terbawa arus saat hujan. 

Saya berhasil memabadikan beberapa gaya dengan modelnya da’Peb. Memang lokasinya sangat fotogenik sekali. Ketika kami hendak pulang terdapat beberapa pemuda yang sedang asik berfoto dengan kamera DSLR-nya. Bahkan pantai dekat Rumah Bangau ini dijadikan alternatif untuk berlibur bersama keluarga dan berkumpul bersama teman-teman. Kami pamit dengan da’Rian dan saatnya pulang.

Pecel Ayam Neraka


Azan Magrib telah berlalu dan kami pun segera mencari masjid. Usai salat di masjid asrama Haji kami pun melanjutkan perjalanan dengan wisata kuliner terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah masing-masing.

Sebenarnya Afif tidak ingin ikut makan bersama kami namun berkat bujukan akhirnya dia ikut. Semula kami memutuskan untuk makan pecel ayam di kawasan Jati namun karena kondisinya ramai kami beralih ke kawasan Tarandam.

Pecel Ayam Neraka tempatnya. Cukup ekstim juga namanya. Tapi keren juga sih inovasi namanya. Saya mencoba satu porsi pecel ayam neraka ini dan yang menyebabkan rasa neraka ini dari sambal tersinya yang super-super pedas mungkin panasnya seperti di neraka. Memang udah ada yang pegi kesana ya?

Sembari menghabiskan makan, kami juga berbagi cerita satu dengan yang lainnya. Curhat-curhatan gitu. Betapa tidak selama ini kami berkomunikasi melalui aplikasi Line dan sekali seabad pula untuk bisa mengadakan meetup-nya. Makan malam bersama ini menutup perjalanan kami hari ini.

Menjelajah tempat antimainstream sudah, makan pecel ayam antimainstream sudah, saatnya pulang. Saya pulang mengantar Mute terlebih dahulu. Rasanya setelah dua kali trip keliling Rumah Bangau belum juga puas, masih ingin berlama-lama berada di sana. Inilah secuil keindahan Kota Padang yang berhasil saya jelajahi.

Ini bukan sekedar menjalah saja. Namun, terdapat cerita lain yang berhasil dirangkai. Sendiri berpetualang memang tidak akan asik dan lebih seru lagi bila sersama sobat terbaik kita. Terima kasih Uda Uni Mata Ponsel Sumatra barat. Terima kasih Kota Padang. Saya tunggu keindahan alam lainnya yang belum terungkap.
————————————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.

2 comments:

  1. baaaay....ini kok keren banget yaaaaa
    *envy*

    ReplyDelete
    Replies
    1. ia dunk kk pake bangit malah. speachless pula kk waktu berkunjung kesini. Suasannnya itu loh yang enak dan apalagi klo fotonya diedit tambah keren kk :D

      Delete