Wednesday, May 24, 2017

, Masjid Bersejarah Dekat Ngarai dan Kaki Gunung Singgalang


Masjid Koto Gadang atau Masjid Tapi Nurul Iman Koto Gadang memiliki bentuk arsitektur yang menarik dan mempesona dengan daya pikatnya tersendiri. Bangunan masjid ini dapat membuat siapa saja yang bertandang ke desa yang telah kesohor sejak zaman kolonial ini akan terkagum-kagum.

Masjid ini berada di desa yang menghadap langsung dengan panorama Gunung Singalang dan dekat lembah curam yang dikenal dengan nama ngarai. Tepatnya di Nagari Koto Gadang, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatra Barat.

Untuk kali keduanya saya ke tempat ini. Dulu hanya lewat saja, ketika hendak ke Kota Bukittinggi dan belum melihat lebih dekat. Namun, kesempatan baik itu ada saja jalannya.

Niat awalnya sih mau ke tempat ini, tapi karena tidak tahu jalan malah menjelajah Kota Bukittinggi. Karena penasaran sebelum pulang ke Padang, kami mencari jalan untuk bisa sampai ke Nagari Koto Gadang.

Untuk bisa sampai ke masjid ini dapat dilihat tempuh dua jalur pertama dari Kota Bukittinggi dan Jalan Padang Lua menuju Maninjau. Tenang tidak sulit menemukan masjid ini. Berada di jalur utama desa dan akses jalannya sangat baik.

Koto Gadang, Nagari yang Lahiran Para Intelektual Minangkabau


Selama perjalanan menuju masjid ini. Hamparan sawah terlihat sepanjang mata memandang. Jalan lurus dengan pepohonan di tepinya dan latar gunung Singgalang sangat epik sekali, begitu juga dengan landskap alam yang tercipta sangat indah. Suasananya pun sejuk sekali.

Dari kejauhan terlihat masjid. "Nah itu dia yang dicari," sebutku pada Tulus sembari mempercepat tarikan gas motor yang kami kendarai.

Sesampainya di lokasi, saya sempat termenung sejenak. Dari telisik yang saya lakukan di Paman Google, memberikan kesan yang luar biasa, sehingga menggunggah hati ini untuk sesegera mungkin berkunjung ke Nagari Koto Gadang.

Ternyata tidak begitu banyak yang tahu, bila nagari (desa) ini memiliki catatan sejarah yang penting. Selama ini dalam benak kita, ketika mendengar Koto Gadang hanya tertuju pada Great Wall of Koto Gadang, kerajinan peraknya atau sulam dan pakaian adatnya yang khas.


Padahal, nagari yang elok panorama alamnya ini telah banyak melahirkan para kaum intelektual Minangkabau yang kesohor dan berpengaruh pada zamannya. Dari era pemerintahan Kolonial Hindia Belanda hingga saat ini. Sebut saja Perdana Menteri pertama Sutan Syahrir, politisi legendaris dan Menteri Luar Negeri pertama H. Agus Salim. Tokoh pejuang hak-hak wanita dan wartawan wanita pertama di Indonesia Rohana Kudus dan masih banyak tokoh lainnya.


Kesan kolonialnya begitu kental. Hal ini bisa dilihat dari arsitektur bangun rumahnya. Beda dengan perkampungan di Minangkabau lainnya yang banyak rumah Gadang, di Nagari Koto Gadang bisa dihitung jari jumlah rumah gadangnya. Ini menjadi pemikatnya yang menyebabkan saya ingin sekali berkelana ke nagari ini.

Ada yang menyebut nagari ini, seakan menjadi desa mati, karena umumnya masyarakatnya adalah perantau. Bila hari-hari tertentu, semisal acara adat atau hari raya akan ramai. Lepas dari itu sepi kembali. Masyarakatnya ini dikenal dengan perantau intelektual dan nagari seribu dokter.

Dulunya, Masjid Tua Jamik

De moskee te Kotagedang nabij Fort de Kock, Sumatra 1870. (sumber: Tropen Museum)

Masjid Tapi Nurul Iman ini sepenggal cerita dari pesona Nagari Koto Gadang. Banyak hal yang menarik yang bisa ditelusuri, tidak sekedar berfoto dan berswa foto saja, tapi nilai historis yang terbenam di dalamnya yang patut kita ketahui.

Dalam buku Koto Gadang Masa Kolonial karya Azizah Etek, Mursjid A.M., Arfan B.R. (2007) menuliskan, masjid ini pertama kali pada tahun 1856 dengan nama Masjid Jamik Tua. Pada awalnya masjid ini dibangun dari bahan kayu, kemudian diganti dengan batu dan beratap ijuk serta mempunyai gonjong sembilan. 

Tulisan Surya Suryadi yang berjudul "Sebuah Masjid di Koto Gadang" pada Harian Singgalang (2013) menceritakan, terlihat bahwa arsitektur masjid ini dipengaruhi oleh arsitektur Minangkabau. Atapnya yang bergonjong menunjukkan pengaruh arsitektur rumah gadang. Kubahnya memakai gaya tungkuih nasi, dengan menara yang tidak begitu tinggi.

Banyak ahli berteori bahwa sinkretisme Agam (Islam) dan adat Minangkabau tidak terjadi. Tapi bentuk fisik masjid ini jelas menunjukkan terintegrasinya Islam ke dalam adat Minangkabau sebagai efek dari revolusi agama yang terjadi di daerah ini pada paroh pertama abad ke-19.

Masjid yang bergaya khas Minangkabau dengan atap-atap lancip berbentuk kerucut yang memiliki luas 20x20 meter​. Atapnya tidak memiliki kubah, tetapi terdiri dari beberapa gonjong yang terbuat dari ijuk. Satu gonjong di tengah, diapit delapan gonjong yang lebih kecil di sekelilingnya.

Masjid Tapi Nurul Iman Koto Gadang tahun 1910 karya foto Jean Demmeni (sumber: KiLTV)

Akibat beberapa kali terkena gempa masjid ini telah mengalami perubahan bentuk dan beberapa kali perbaikan. Dalam berbagai literatur diceritakan, pada 28 Juni 1926, gempa bumi berkekuatan 7,6 SR yang berpusat di Kota Padang Panjang menyebabkan kerusakan pada dinding-dinding masjid. Sebagian dindingnya roboh dan bagian yang lain, meskipun masih berdiri tetapi sudah rengkah-rengkah. Karena dikhawatirkan mendatangkan bahaya, bangunan masjid akhirnya dibongkar.

Dalam Syair Mohammad Syarif Sutan Maruhum (1929) dituliskan gempa pertama pukul sepuluh, masjid batu jadi luluh, isi negeri banyak mengeluh, laksana malam kepadaman suluh. Masjid batu bagai ditimpa, pecah dan hancur merusakkan limpa. Guncang kedua pukulnya satu, tiga jam antaranya. Masjid hancur kayu dan batu, demikian halnya masjid itu.

Masjid dengan Bentuk dan Arsitektur Baru

Masjid Tapi Nurul Iman Koto Gadang Tahun1933 (repro @roman_saisuk)

Kemudian dalam sebuah rapat yang dihadiri sejumlah tokoh masyarakat setempat pada 18 Juli 1926, disepakatilah untuk segera mendirikan masjid yang baru dengan membentuk komite yang diketuai oleh Yahya Datuk Kayo seorang anggota Volksraad yang mewakili Minangkabau.

Hasil urung rembuk semuanya disepakati untuk membangun kembali masjdi baru yang diarsiteki oleh Yazid Rajo Mangkuto, bentuk bangunan masjid berubah total dari sebelumnya. Selama hampir lima tahun, panitia pembangunan masjid yang diketuai oleh oleh A.M. Sutan Maharaja. Masjid yang baru dapat dibangun dalam tempo yang relatif singkat, dan akhirnya diresmikan pemakaiannya pada 5 Februari 1932.

Masjid Tapi Nurul Iman Koto Gadang tahun 1986. (sumber: Tropen Museum)
Masjid yang roboh akibat gempa tahun 2007. (Sumber: faithfreedoom)
Pembanguana Masjid Tapi Koto Gadang kala itu. (Sumber: ardi-lamadi.blogspot.co.id)

Setelah berdiri sekian lama, gempa bumi pada 6 Maret 2007 pukul 13.00 WIB kembali membuat bangunan masjid rusak. Dengan bantuan para perantau Minangkabau dan masyarakat setempat, dalam beberapa bulan masjid ini bisa dibangun kembali.

Jika dilihat dari beberapa foto masjid yang tersebar di dunia maya sebelum terjadi gempa bumi, posisi berada tidak jauh dari jalan raya desa. Namun, pasca renovasi, sepertinya posisi masjid agak menjorok ke dalam sehingga memiliki pekarangan yang luas.

Pesona Masjid Tapi Nurul Iman Koto Gadang yang Memikat

Banguan masjid tampak depan (2017)

Kemudian, motor kami berhenti di depan masjid ini. Suasana kala itu sepi tidak ada aktivitas yang berarti. Terlihat sekumpulan bocah-bocah sedang bermin di pelataran mukanya. Sekeliling masjid ini dipagar besi, saya pun kemudian melangkah masuk ke dalam melalui pintu pagar kecil yang telah terbuka. Halaman masjidnya cukup luas berhamparkan rumput yang hijau. 

Dari pintu utama, keindahan masjid ini sudah terlihat. Arsitektur bangunannya sangat unik, sebab masjid ini memiliki desain yang menarik dibandingkan dengan bentuk masjid lainnya yang ada di Minangkabau. Terdapat pengaruh gaya kolonial pada desain bangunannya. Bentuknya masih dipertahankan hingga saat ini dengan arsitektur yang dibuat pasca gempa tahun 1926.

Sudut lain Masjid Tapi Nurul Iman Koto Gadang (2017)


Keindahan Masjid Tapi Nurul Iman Koto Gadang dari segala sisi (2017)

Saya sendiri sangat kagum dan takjub dengan bentuk banguannya. Terlihat dari prasasti peresmian masjid ini pada 3 Juli 2010 dan dibangun kembali atas bantuan masyarakat setempat, perantau hingga para pencinta Nagari Koto Gadang.

Jika dilihat dari banguan sebelumnya atapnya berwarna putih dan kini berwarna hijau lumut pekat. Dulu dindingnya berwarna putih, kini terlihat berwarna kuning keputihan. Atapnya berbentuk seperti peluru dengan badan banguan segi enam dengan jendela pada lantai duanya yang berjumlah enam. Kemudian, di lantai satunya terdapat dua jendela dan satu pintunya.

Terdapat empat banguan yang menyerupai menara berlantai dua mengelilingi sudut bangunan utama masjid dan satu bangunan dibelakangnya. Jika dilihat dari atas maka akan ada enam kubah pada masjid ini.

Kolam air mancur sekaligus tempat wudu berlatarkan banguan masjid (2017)
Masjid Tapi Nurul Iman dan kolam air mancur (2017)

Di depan masjid ini terdapat kolam air mancur yang juga digunakan sebagai tempat wudu bagi jemaah. Pada bangunan utama masjid terdapat empat jendela dan satu pintu yang posisinya berada di tengah. 

Jika dilihat atapnya terdapat tiga tingkat, pada puncaknya berbentuk seperti kubah masjid pada umumnya, tapi berbentuk segi enam. tingkatan kedua dan ketiga menyerupai bentuk limas. Sekilas atapnya mirip dengan desain awal masjid ini, sebagai pembedanya terlihat dari bentuk kubah utamanya. 


Sayang sekali hari kian petang dan langit terlihat gelap. Kami pun sudah berkeling masjid, meski belum melihat ke dalamnya. Masjid ini juga sangat fotogenik, karena desainnya yang menarik. Untuk lokasi pra-wedding pun rasanya bagus. Tentunya masjid ini salah satu banguan instagramble di Minangkabau.

Bila kesempatan pergi ke Kota Bukittinggi, ada baiknya singgah ke Nagari Koto Gadang ini, untuk melihat pesona Masjid Tapi Nurul Iman Koto Gadang yang suasananya sangat asri, sejuk dan tentunya memiliki nilai sejarah yang tinggi. Ayo kenali nagarimu, karena menjelajah tak melulu ke alam.

Peta Lokasi Masjid Tapi Nurul Iman dari Google Maps:


————————————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan dan foto ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.

12 comments:

  1. Masjidnya unik dan instagramable banget. Nice review, dari pembangunan pertama sampai masjidnya berubah sampai sekarang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ia makasih uni. Bentuknya memang unik dan Instagramable bgt hehehehe

      Delete
  2. Wiiih cantik masjidnya uda, ini hasil renov setelah terkena gempa itu ya?
    Drpd masjid2 modern jujur aku lebih suka masjid2 yg masil tradisional seperti ini. Indonesia banget hehe.
    Masjid modern di dominasi bentuk berkubah dan saya rasa terlalu terpengaruh ke gaya timur tengah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ia masjid yang awalnya terlihat dari foto pertama paling atas yg atapnya Limas sprt masjid di Jawa. Kalo hasil renovasi bentuknya berubah totol. Ada kubahnya berbentuk ujung peluru. Dulu warnanya putih kini atapnya hijau.

      Betul umumnya masjid lama di Minangkabau memiliki atap yg Limas tingkat 3 dan tidak ada kubah. Jika ada kubahnya berbentuk atap gonjong sebagai ciri khasnya.

      Delete
  3. Sepertinya masjid ini bukan renovasi tapi udah bangun ulang... sayangnya tidak membuat replika bangunan lama sehingga nuansa lamanya tidak tertangkap di mesjid baru.. tapi musti mengunjungi langsung untuk dapat gambaran utuhnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa jadi. Tapi ini banguan pasca gempa kedua dgn desain yang masih serupa.

      Memang tidak ada lagi mas bentuk bangunan awalnya karena sudah diganti total dengan desain yang baru pasca gempa pertama.

      Bila datang pun tidak akan menemukan bentuk masjid yang awalnya

      Delete
  4. wah bangunan yang khas minagkabau ya, tp justru ini bikin jd ciri khas daerah ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul Bu. Tiap daerah di Minangkabau ada ciri khas masing-masing. Mulai full dgn bangun gonjong ada juga pengaruh gaya kolonial. Itu yang membuat beragam

      Delete
  5. Masjidnya unik. Tapi kelihatan banget kalau yang sekarang itu gedung baru. Kalau tetap mempertahankan bentuk lamanya (bahan kayu dan atapnya) mungkin lebih unik lagi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bentuk lama memang unik tapi perawatan cukup extra. Itu masalahnya.

      Tapi desain baru ini tidak kalah unik dari bentuk mulanya. Hehe

      Delete
  6. The way of life of countries have just jumbled and entangled the sound of social orders. Islamic Fiqh

    ReplyDelete